Pages

Senin, 03 Februari 2014

bunga ditaman sebelah

ini tentang bunga ditaman sebelah, dulu yang saya lihat mereka ditanam bersamaan. mereka juga disiram bersamaan, dipupukpun mereka bersamaan. 
sekarang,,
disudut kiri utara taman itu, bunga-bunga disana bermekaran. indah.
disudut kanan selatanpun sama, indah.
disudut kanan utara, wanginya sudah tercium. sepertinya sebentar lagi mereka mekar.
tapi,,
berbeda dengan sudut kiri selatan, mengucuppun mereka belum, apalagi menebarkan aroma wangi.
bunga disana tidak berbeda dengan bunga yang lain ditaman itu. pemiliknya merawatnya sama dengan bunga yang lain.
tidak lama setelah itu, bunga disudut kiri utara layu berguguran. disudut kanan selatanpun sama. bunga disudut kanan utara bermekaran, indah. namun, tidak bertahan lama hingga merekapun gugur membentuk horison baru ditanah.
bunga disudut kiri selatan lalu bermekaran, menebarkan aroma wangi diseluruh pelosok taman. tidak ada lagi bunga yang tidak mekar. semua telah dan akan mekar kembali.
***
saya teringat sebuah puisi yang dituliskan untuk saya dan teman-teman saya dari seorang senior. katanya, mekar hanya soal waktu. kita tinggal tunggu kapan saat tepatnya. ada bunga yang mekar lebih awal namun hanya sebentar. tapi ada bunga yang mekarnya terlambat tapi bertahan lama. ini waktu. ini kita yang sabar menanti. ini kita yang berusaha untuk mekar.

Minggu, 02 Februari 2014

pulanglah nak!

"pulanglah nak!"
kalimat perintah yang tidak sanggup saya dengar jika itu dari ibu saya. simple memang, tapi itu menusuk sampai ulu hati. 
kata pulang memang punya arti tersendiri bagi anak yang berjarak dengan ibunya. dan yang saya tahu, artinya adalah rindu. saya bukan tidak ingin pulang. saya juga bukan tidak rindu ibu. saya ingin dan saya rindu.
saya ingin pulang melebihi kalimat perintah ibu,
dan saya rindu melebihi rindu ibu kepadaku,
saya cuma tidak bisa satu. pergi (lagi) setelah pulang.
saya berusaha untuk tidak bertemu hal itu.
berusaha untuk tidak meninggalkan, tapi juga tidak berharap ditinggalkan.
rumit memang, tapi biarkan saya yang menjadi objeknya saja. tidak usah menjadi subjek.
nanti, ketika waktu saya tiba dan harus pergi. maka dengarkan saya ibu, disaat seperti itulah klimaks rinduku kepadamu.
rinduku tidak mengenal jarak, rinduku membuncah malah ketika saya melihatmu sedih melepaskanku kembali ke tanah rantau.
rinduku menggebu ketika engkau membantuku mengangkat barang bawaan yang akan saya bawa ke kampung ilmuku.
rinduku tidak tahu malu ketika saya mencium tangan, pipi dan dahimu ketika saya sudah akan menaiki mobil jemputan.
saya tidak sanggup bertemu rinduku ibu, itu saja. bukan karena saya tidak rindu.

Sabtu, 01 Februari 2014

Bulan Cinta Katanya


angin sekarang berubah nyiur memanggil namanya
air sekarang mengalir lebih tenang membisikkan satu sosok
di bulan ini,
bulan cinta katanya

coklat panas itu sekarang telah mengeras membentuk satu hati
bunga mawar berduri kini menjadi satu rangkaian mawar indah
kotak surat penuh
di bulan ini,
bulan cinta katanya

hujan masih sering mengguyur menambah keromantisan
asap kopi yang mengepul memberi aroma syahdu
pancake panas tertata rapi di atas meja makan
dibulan ini,
bulan cinta katanya

matahari tenggelam,
bulan menyapa,
bebintang bermunculan meninggalkan Januari
menyambut Februari
bulan cinta katanya